KAJIAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PERKAWINAN MENURUT PROSEDUR PRANATA MARGA PADA MASYARAKAT PADANG BOLAK
Abstrak
Menurut pandangan adat bahwa orang semarga adalah dianggap sebagai satu keturunan, kekerabatan dan pertalian darah yang sangat dekat. Dalam arti kata, orang semarga dianggap sebagai saudara kandung atau saudara dekat yang haram untuk dinikahi. Jika ada orang yang hendak menikah, yang pertamakali diselidiki terlebih dahulu adalah marga calon mempelai laki-laki dan perempuan. Jika marga mereka berbeda dimana yangsatu memiliki marga Harahap dan lainnya memiliki marga Siregar, maka mereka tidak akan terhalang untuk melangsungkan pernikahan. Karena mereka dianggap sebagai keturunan yang berlainan yang sangat dibenarkan untuk melangsungkan pernikahan. Ajaran dan aturan marga ini memang tidak ditemukan dalam bentuk kodipikasi. Dan kalaupun ada bentuknya parsial yang terdapat dalam berbagai buku dan hasil penelitian. Sekalipun demikian, ajaran marga ini bersifat mengikat dan memaksa. Artinya, siapa yang melanggar aturannya, akan mendapatkan sanksi dari masyarakat adat padang Bolak. Oleh karenanya, ajaran marga ini, masih tetap dipatuhi oleh masyarakat adat sampai sekarang. Ajaran terpenting dari marga adalah melarang setiap anggota masyarakat adat untuk melangsungkan perkawinan dengan orang semarga untuk selamanya dan dimanapun ia berada. Sebagai contoh, jika seorang laki-laki bermarga Harahap bersal dari Sumatera Utara, tetap dilarang menikah dengan seorang perempuan bermarga Harahap yang berasal dari luar sumatera, seperti kalimantan, Papua. Bahkan sekalipun perempuannya bermarga Harahap tersebut berasal dari luar negeri, tetap dilarang melangsungkan pernikahan, lantaran adanya kesamaan marga. Jadi, di manapun ia berada, dari sukumanapun asalnya dan dari negara manapun ia hidup, asal semarga tetap dilarang melangsungkan perkawinan, karena dianggap masih satu darah dan satu keturunan.